KPK Selidiki Dugaan Pembelian Kripto oleh Tersangka Korupsi ASDP Lewat Aplikasi PINTU

Malutpost.id, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami aliran dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh

Redaksi

[addtoany]

Malutpost.id, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami aliran dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero). Salah satu temuan menarik yang kini menjadi sorotan adalah dugaan bahwa Adjie, pemilik PT JN sekaligus tersangka dalam kasus ini, sempat melakukan pembelian aset kripto melalui aplikasi PINTU.

Gambar Istimewa : kpk.go.id

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa penyidik telah memeriksa Kho Erniawan Edbert Hartana, seorang pihak swasta yang menjabat sebagai pengelola Liquidity and Trading di PT Pintu Kemana Saja (PINTU). Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Selasa, 1 Juli 2025, guna menelusuri dugaan bahwa dana hasil korupsi digunakan oleh Adjie untuk transaksi kripto.

“Saksi datang menjelaskan terkait aliran uang dari saudara Adjie untuk pembelian kripto,” ujar Budi dalam keterangannya kepada media, Kamis, 3 Juli 2025.

PINTU Komitmen Dukung Penyelidikan

PINTU, yang dikenal sebagai aplikasi crypto all-in-one dan telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta menjadi anggota Bursa Kripto CFX, menyatakan komitmennya mendukung penuh penyelidikan KPK. Melalui siaran persnya, Public Relations PINTU, Yoga Samudera, menyebutkan bahwa pihaknya terus menjalin komunikasi aktif dengan KPK dan siap memberikan data yang dibutuhkan.

“Kami terus berkoordinasi dengan KPK untuk menyampaikan data-data yang dibutuhkan,” kata Yoga, seraya menegaskan bahwa PINTU tidak terlibat dalam praktik korupsi yang terjadi pada proses akuisisi tersebut.

Dirut PINTU Juga Diperiksa

Tak hanya Edbert, KPK sebelumnya juga telah memeriksa Andrew Pascalis Addjiputro, Direktur Utama PINTU, sebagai saksi pada Rabu, 25 Juni 2025. Pemeriksaan ini berfokus pada aliran dana mencurigakan yang diduga berasal dari transaksi korupsi antara ASDP dan PT Jembatan Nusantara.

Kehadiran dua figur penting dari PINTU di hadapan penyidik mengindikasikan bahwa aset digital seperti kripto mulai digunakan dalam modus pencucian uang, menambah tantangan baru bagi aparat penegak hukum dalam mengusut aliran dana hasil kejahatan korupsi.

Skandal Akuisisi yang Rugikan Negara Hampir Rp900 Miliar

Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat tersangka utama dalam perkara ini, yaitu:

  • Ira Puspadewi, mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)

  • Harry MAC, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan

  • Muhammad Yusuf Hadi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan

  • Adjie, pemilik PT Jembatan Nusantara

Mereka diduga terlibat dalam rekayasa akuisisi dan kerja sama usaha (KSU) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp893,16 miliar. KPK mengungkapkan adanya pertemuan rahasia antara para tersangka untuk menyusun nilai akuisisi yang terindikasi dimanipulasi demi keuntungan pribadi.

Nilai akhir dari akuisisi tersebut mencapai Rp1,272 triliun, yang terdiri atas:

  • Rp892 miliar untuk pengambilalihan 42 unit kapal milik PT JN

  • Rp380 miliar untuk nilai 11 kapal afiliasi dan pergantian manajemen baru

KPK meyakini bahwa dalam proses tersebut terjadi berbagai penyimpangan prosedural, termasuk penyusunan dokumen fiktif dan penggelembungan nilai aset.

Kripto Jadi Jalur Baru Pencucian Uang?

Dugaan pembelian kripto oleh tersangka Adjie membuka dimensi baru dalam pola penyembunyian aset hasil korupsi. Dengan karakteristik anonimitas dan sulit dilacak, aset digital seperti kripto kini dinilai menjadi medium yang efektif untuk pencucian uang, terutama jika tidak diawasi dengan ketat oleh otoritas terkait.

Meski demikian, keterlibatan PINTU dalam hal ini masih sebatas sebagai platform tempat transaksi terjadi, tanpa indikasi keterlibatan langsung dalam skema korupsi. Posisi ini semakin ditekankan lewat pernyataan resmi perusahaan yang menyatakan dukungan aktif terhadap proses hukum.

Kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP menjadi sorotan tajam, tidak hanya karena nilai kerugian negara yang fantastis, tapi juga karena keterkaitannya dengan transaksi aset kripto melalui platform digital. Meski aplikasi seperti PINTU tidak secara langsung terlibat dalam kejahatan, peristiwa ini menjadi peringatan serius mengenai potensi penyalahgunaan teknologi keuangan oleh para pelaku korupsi. Dalam menghadapi era digital ini, sinergi antara aparat penegak hukum dan pelaku industri teknologi finansial menjadi kunci untuk memastikan integritas dan transparansi sistem keuangan nasional.

Ikuti kami :

Tags

Related Post

Ads - Before Footer