Malutpost.id, JAKARTA – Setelah dua kali memangkas suku bunga acuan sepanjang tahun ini, Bank Indonesia (BI) kembali memberikan sinyal kuat bahwa pelonggaran kebijakan moneter masih akan berlanjut. Pemangkasan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) masing-masing pada Januari dan Mei 2025 telah membawa suku bunga ke level 5,50 persen. Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan bahwa ruang untuk penurunan lanjutan masih terbuka lebar.
Gambar Istimewa : akamaized.net
“Kami melihat masih ada ruang untuk menurunkan suku bunga ke depan, sejalan dengan proyeksi inflasi yang tetap rendah dan stabil,” ujar Perry dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, dikutip Kamis (4/7). Ia menambahkan, langkah tersebut diambil untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang masih menghadapi tekanan global.
Inflasi Terkendali, Peluang Pemangkasan Semakin Terbuka
Proyeksi inflasi yang terus terjaga menjadi alasan utama dibalik sikap dovish BI. Perry menyebutkan bahwa inflasi diperkirakan berada dalam rentang target 1,5-3,5 persen pada 2026, dengan titik tengah sebesar 2,5 persen. Dengan kondisi tersebut, BI merasa leluasa untuk melanjutkan pelonggaran moneter tanpa mengorbankan stabilitas harga.
Lebih jauh, Perry menekankan pentingnya stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan eksternal. Untuk itu, intervensi pasar valuta asing tetap dilakukan secara aktif, baik di pasar spot, offshore non-delivery forward (NDF), maupun domestic non-delivery forward (DNDF).
Strategi Tambahan: Pembelian SBN dan Penambahan Likuiditas
Dalam mendukung kebijakan fiskal dan menjaga stabilitas pasar keuangan, BI juga gencar melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Hingga 26 Juni 2025, BI tercatat telah membeli SBN senilai Rp132,9 triliun.
“Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan moneter ekspansif yang bertujuan menjaga stabilitas nilai tukar dan memperkuat likuiditas pasar,” jelas Perry. Ia juga mengungkapkan bahwa langkah ini akan didukung oleh strategi debt switching, yang bertujuan memperpanjang tenor utang pemerintah dan menjaga keseimbangan fiskal.
Selain itu, BI menambah insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang naik dari Rp293 triliun pada akhir 2024 menjadi Rp371 triliun pada pertengahan Juni 2025. Dana ini difokuskan untuk sektor strategis seperti perumahan, pertanian, serta UMKM.
Kebijakan Makroprudensial Diperlonggar, Dorong Sektor Riil
Bank sentral juga terus mendorong sektor perbankan agar ikut menurunkan suku bunga kredit guna mendorong konsumsi dan investasi. Caranya, BI melonggarkan kebijakan makroprudensial, termasuk relaksasi pada rasio pendanaan luar negeri (RPLN) dan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM).
Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat memberikan dorongan signifikan terhadap sektor riil dan menciptakan kondisi moneter yang lebih akomodatif, terutama di tengah tantangan global dan ketidakpastian pasar keuangan internasional.
Proyeksi Ekonomi 2026 Masih Optimistis
Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, BI turut menyampaikan pandangan makroekonominya untuk 2026. Perry mengungkapkan bahwa nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak stabil di kisaran Rp16.000 hingga Rp16.500 per dolar AS. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi nasional diprediksi tetap solid, berada pada kisaran 4,7 hingga 5,5 persen.
BI tetap optimistis bahwa dengan sinergi kebijakan moneter dan fiskal, ditambah penguatan koordinasi dengan sektor perbankan, Indonesia mampu menjaga stabilitas ekonomi sekaligus mendorong laju pertumbuhan yang berkelanjutan.
Peluang Pemangkasan BI-Rate Masih Terbuka Lebar
Dengan inflasi yang terjaga, stabilitas nilai tukar yang dikawal ketat, serta strategi ekspansi likuiditas yang terukur, Bank Indonesia masih memiliki ruang luas untuk kembali memangkas suku bunga acuan dalam waktu dekat. Hal ini menjadi sinyal positif bagi dunia usaha dan pasar keuangan, karena menunjukkan komitmen BI dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan. Jika dikombinasikan dengan dukungan fiskal yang kuat, Indonesia berada dalam jalur yang tepat menuju pemulihan ekonomi yang lebih tangguh dan inklusif pada 2026.