Malutpost.id, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Martin Daniel Tumbelaka, dari Fraksi Partai Gerindra, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam atas terjeratnya sejumlah aparat penegak hukum dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan pemerasan.
Menurut Martin, insiden ini menjadi alarm keras bagi penegakan hukum di Tanah Air, menandakan urgensi untuk memperketat integritas para aparat. "Ini jelas menunjukkan bahwa integritas aparat harus diperketat. Praktik tercela semacam ini tidak boleh terulang kembali," tegas Martin dalam pernyataan tertulisnya pada Sabtu (20/12).

Legislator tersebut juga mendesak KPK agar bertindak tegas terhadap para tersangka dan mengembangkan kasus ini secara menyeluruh, tanpa pandang bulu. "Langkah cepat KPK sangat krusial, dan semua pihak yang terlibat harus diproses hingga tuntas," imbuhnya.
Martin menyoroti bahwa keterlibatan aparat penegak hukum dalam dugaan korupsi adalah sebuah ironi yang menyayat hati dan sangat merusak kepercayaan publik. Ia menegaskan, aparat seharusnya menjadi garda terdepan keadilan, namun justru disinyalir menyalahgunakan wewenang yang diemban.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua pejabat Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (HSU) sebagai tersangka dalam kasus pemerasan ini. Mereka adalah Kepala Kejaksaan Negeri HSU, Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri HSU, Asis Budianto. Keduanya kini telah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 19 Desember 2025 hingga 8 Januari 2026.
Albertinus diduga menerima dana setidaknya Rp804 juta, baik secara langsung maupun melalui perantara seperti Asis, Tri Taruna, dan pihak lainnya. Dana tersebut disinyalir berasal dari praktik pemerasan terhadap sejumlah instansi pemerintah daerah di HSU, termasuk Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Sementara itu, Asis Budianto juga diduga menerima aliran uang sebesar Rp63,2 juta dari berbagai pihak, yang terkumpul selama periode Februari 2025 hingga Desember 2025.
Selain kedua nama tersebut, KPK turut menetapkan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Tri Taruna Fariadi, sebagai tersangka. Tri Taruna tidak hanya diduga berperan sebagai perantara pemerasan, tetapi juga disinyalir menerima aliran dana hingga Rp1,07 miliar. Namun, hingga kini Tri Taruna masih buron, dan KPK berencana memasukkannya ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta pada Sabtu (20/12), menyatakan, "Terhadap yang bersangkutan sedang kami lakukan pencarian. Tentunya akan kami terbitkan DPO apabila upaya pencarian ini tidak membuahkan hasil atau yang bersangkutan tidak ditemukan."

