Malutpost.id, Keluarga korban ambruknya gedung Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, mendesak agar proses hukum segera ditegakkan. Fauzi (48), salah satu keluarga korban yang kehilangan empat keponakannya dalam tragedi tersebut, menyatakan kekecewaannya dan menuntut pertanggungjawaban atas kelalaian yang menyebabkan insiden memilukan ini.
Fauzi mengungkapkan bahwa ia telah berkonsultasi dengan ahli konstruksi dan menduga bahwa bangunan tersebut memang tidak memenuhi standar keamanan. Ia juga menyoroti adanya dugaan eksploitasi anak karena santri dilibatkan dalam proses pembangunan. "Aparat penegak hukum jangan berhenti di evakuasi saja, tapi juga proses hukumnya harus jalan," tegas Fauzi, seperti dikutip Malutpost.id, Selasa (7/10).
Fauzi menekankan bahwa status sosial seseorang tidak boleh menghalangi proses hukum. Ia meminta agar semua pihak yang bertanggung jawab, termasuk pengasuh ponpes dan pengurus, diproses sesuai hukum yang berlaku. Menurutnya, tragedi ini harus menjadi pelajaran bagi pesantren lainnya agar kejadian serupa tidak terulang.
Sementara itu, keluarga korban lainnya, Muhammad Ma’ruf (50), ayah dari seorang santri, menganggap kejadian ini sebagai takdir Tuhan. Namun, Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Nanang Avianto berjanji akan melakukan proses hukum setelah evakuasi korban selesai. Polisi akan mengumpulkan data dan meminta pendapat ahli konstruksi untuk mengurai penyebab ambruknya gedung tersebut.
Gedung tiga lantai di Ponpes Al Khoziny ambruk pada Senin (29/9) saat ratusan santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah. Hingga akhir pencarian, Basarnas mencatat total 171 korban, dengan 104 selamat dan 67 meninggal dunia.
