Malutpost.id, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka lebar peluang untuk menjerat mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI, Immanuel Ebenezer, dan rekan-rekannya dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Langkah ini dipertimbangkan seiring dengan temuan sejumlah besar barang bukti, termasuk uang tunai dan puluhan kendaraan bermotor, yang telah disita.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa penerapan pasal TPPU akan dilakukan jika terbukti bahwa dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi tersebut dialihkan atau diubah bentuknya. "Ke depan tentu kalau uang yang diperoleh dari yang kita duga dari hasil tindak korupsi ini lalu dipindahkan, diubah bentuk, dan lain-lain, dan masuk kualifikasi Pasal 3 (UU Tipikor) ya di TPPU, bisa ini nanti ditetapkan kembali," ujarnya.

Asep juga menjelaskan alasan awal KPK menjerat Noel dan 10 tersangka lainnya dengan sangkaan pemerasan dan/atau gratifikasi, bukan suap. Hal ini didasari oleh batasan waktu 1×24 jam yang diatur dalam KUHAP untuk menentukan status hukum para pihak yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Menurut Asep, dalam banyak kasus, pemohon dari masyarakat atau perusahaan telah memenuhi semua persyaratan yang diperlukan. Namun, oknum penyelenggara negara sengaja mempersulit proses tersebut dengan meminta sejumlah uang. "Ini akan menjadi kemudian salah ketika kita menerapkan Pasal suap karena mereka sesungguhnya sudah melengkapi dokumen-dokumen, persyaratan dan lain-lain, dan akhirnya kalau kita kenakan suap, itu dua-duanya kan harus diproses. Ini akan memberikan efek negatif terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi," jelasnya.
KPK menduga Noel menerima jatah pemerasan sebesar Rp3 miliar pada Desember 2024, serta satu unit motor Ducati. Dugaan pemerasan ini melibatkan 10 tersangka lain dan telah berlangsung sejak tahun 2019. Salah satu otak kejahatan dalam kasus ini adalah Irvian Bobby Mahendro (IBM), Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Tahun 2022-2025, yang diduga menerima Rp69 miliar.
Modus operandi yang digunakan adalah dengan memungut biaya lebih mahal dari biaya resmi kepada pihak yang ingin mengurus sertifikat K3. KPK menyebutkan bahwa biaya resmi seharusnya hanya Rp275 ribu, namun pihak yang mengurus sertifikasi diperas hingga harus membayar Rp6 juta.
Noel dan 10 tersangka lainnya telah ditahan selama 20 hari pertama, hingga 10 September 2025, di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.