Malutpost.id, Jakarta – Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul dengan tegas melarang tiga hal terjadi di lingkungan Sekolah Rakyat. Larangan tersebut meliputi perundungan (bullying), segala bentuk kekerasan (fisik maupun seksual), dan intoleransi berbasis suku, agama, atau ras.
Penegasan ini disampaikan Gus Ipul saat mengunjungi Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 24 Kediri, Jawa Timur, pada Jumat (10/10). Di hadapan siswa, guru, dan orang tua, Mensos memimpin ikrar bersama untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang aman dan inklusif.

"Kami keluarga besar SRMA 24 Kediri bertekad untuk tidak melakukan perundungan, kekerasan baik fisik maupun seksual, serta intoleransi terhadap siapa pun," ucap Gus Ipul dengan lantang.
Menurutnya, Sekolah Rakyat harus menjadi tempat yang aman dan memuliakan bagi setiap siswa. Tidak boleh ada kekerasan dalam bentuk apapun yang menghambat perkembangan mereka. Gus Ipul menekankan tiga kunci utama dalam gagasan Sekolah Rakyat, yaitu memuliakan wong cilik, menjangkau yang belum terjangkau, dan memungkinkan yang tidak mungkin.
"Banyak anak mengubur mimpinya karena tak punya kesempatan. Sekolah Rakyat hadir untuk menghidupkan mimpi itu. Siapa tahu, dari sini lahir seorang presiden," imbuhnya.
Kunjungan Mensos diwarnai dengan penampilan bakat-bakat siswa SRMA 24 Kediri, mulai dari pembacaan puisi, Tari Srigayo, pidato Bahasa Inggris, atraksi silat, hingga paduan suara. Gus Ipul mengapresiasi potensi besar yang dimiliki para siswa, sejalan dengan hasil pemetaan yang menunjukkan beragam keunggulan di bidang STEM, sosial, dan bahasa.
Saat ini, telah berdiri 165 Sekolah Rakyat di seluruh Indonesia yang menampung hampir 16.000 siswa dari keluarga prasejahtera. SRMA 24 Kediri menjadi rumah bagi 100 siswa dengan konsep berasrama, kegiatan belajar, dan pembinaan karakter setiap hari.
Gus Ipul mengungkapkan, gedung SRMA 24 Kediri saat ini bersifat sementara. Pada tahun 2026, akan dibangun gedung baru dengan kapasitas lebih besar untuk menampung lebih banyak siswa dari berbagai jenjang pendidikan.
Berbeda dengan sekolah konvensional, Sekolah Rakyat tidak menerapkan tes akademik dalam penerimaan siswa. Seleksi dilakukan melalui talent mapping berbasis DNA untuk melihat potensi unik setiap anak.
Salis, seorang pendamping sosial, menuturkan kisah sukses seorang siswi penerima manfaat PKH yang bersekolah di SRMA 24 Kediri. Integrasi program perlindungan sosial memberikan dampak positif bagi keluarga dan pendidikan anak.

