Malutpost.id, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah strategis dengan membentuk Badan Otorita Pengelolaan Pantai Utara Jawa (Pantura) melalui Keppres Nomor 76/P Tahun 2025. Langkah ini diambil sebagai bagian dari rencana ambisius pembangunan Giant Sea Wall atau tanggul raksasa.
Laksma TNI (Purn) Didit Herdiawan Ashaf, yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan, ditunjuk sebagai Kepala Badan Otorita. Sementara itu, Darwin Trisna Jawaitana dan Suhajar Diantoro dipercaya untuk mengisi posisi Wakil Kepala Badan, mewakili Danantara dan pemerintah.

Mensesneg Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa perwakilan Danantara diperlukan untuk pengelolaan, perencanaan, dan pembangunan Giant Sea Wall. Sementara itu, perwakilan dari Kemendagri diperlukan karena proyek ini akan melibatkan lima provinsi.
Pembentukan badan ini dianggap krusial untuk mendukung pembangunan Giant Sea Wall, yang telah menjadi wacana sejak 1990-an untuk mengatasi penurunan tanah di Pantura. Penanganan banjir rob dan penurunan tanah di wilayah ini sangat penting mengingat ada 20 juta penduduk yang tinggal di sana.
Analis Ekonomi-Politik FISIP UI, Andrinof Achir Chaniago, menilai pembentukan badan otorita ini sah-sah saja, asalkan tujuannya adalah penyelamatan lingkungan dan perbaikan ekosistem. Ia menekankan pentingnya misi pembangunan yang berfokus pada peningkatan kualitas lingkungan.
Namun, Andrinof mewanti-wanti agar pemerintah tidak melenceng dari tujuan awal dan beralih ke orientasi ekonomi yang berpotensi merugikan negara.
Direktur Eksekutif CIGDEP, Cusdiawan, menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan akibat pembentukan badan otorita ini. Ia mengingatkan bahwa hal ini dapat memperkeruh koordinasi lintas sektoral dan memakan anggaran negara yang besar.
Cus berharap pembentukan badan ini bukan sekadar akomodasi politik dan mendesak agar rencana pembangunan Giant Sea Wall dikaji secara matang dan didasari riset yang mendalam. Ia juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam proyek ini.